dalam lingkupan
tembok putih yang mulai memudar
duduk termenung memandang kesunyian
letih,lemah, bersandar pada kesepian
dua sahabat yang aku tidak menyukainya,tapi merekalah yang
paling setia
seakan menyapa retak serupa didadaku
retak yang beberapa inci lebih besar,dulu
retak yang kini mulai kehilangan tempat disana
semenjak pria peragu ini menjatuhkan pilihan
atau hanya sedang terbuai mimpi sang subuh,aku tak tau
hanya bisikan dari seberang telepon itu yang aku tau
atau pesan singkat yang terbang membawa sebungkus rindu
selebihnya hanyalah isyarat ambigu kepada logika
dalam bahasa asing yang tak dipahaminya
isyarat yang membuat logika kecil itu bersorak kegirangan
menari nari di pinggir jurang pengharapan
membuatnya jatuh dalam kabut sebuah cerita
atau mungkin sebuah metafora belaka
menunggu terkisah oleh lidah yang kelu
lidah itu menunggu sembari menyingkap tabir kelabu
atau hanya tak tega membuat bunga harap menjadi layu
aku tak tahu cerita ini kemana akan bermuara
biarkan ini semua diatur oleh Sang Maha Sutradara
aku masih disini,berkelahi dengan jarak untuk menembus
lorong waktu berdebu
hanya bisa berharap menemui sosok berdiri di ujung lorong
itu..............menunggu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar